AKARTA (Waspada): Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) UN, Rully Chairul Azwar mengatakan hingga kini Panja belum mengambil keputusan tentang nasib UN tahun depan. Sebabnya, pemerintah belum berhasil menyajikan rumusan baru penilaian syarat kelulusan.
“Pada dasarnya DPR menyetujui Ujian Nasional (UN) tetap dilaksanakan tahun depan. Tapi ada syaratnya. Yang paling utama adalah, pemerintah harus membuat formula penilaian baru di mana empat syarat kelulusan tidak boleh saling memveto,” kata Rully kepada wartawan di Jakarta, Selasa (26/10).
Ditegaskan Rully, Panja UN menolak hak veto UN karena menghalangi jalan siswa untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Sementara jika UN hanya dijadikan sebagai alat pemetaan, DPR akan menolak pelaksanaan UN.
“Kalau hanya untuk pemetaan kan bisa lewat BPS, kalau lewat UN terlalu tinggi biayanya, lebih baik UN dihapuskan saja,” seru Rully.
Seperti diketahui, dalam menentukan kelulusan UN terdapat empat kriteria penilaian. Diantaranya menyelesaikan proses pembelajaran sekolah, memperoleh nilai baik untuk mata pelajaran akhlak mulia, lulus ujian sekolah dan lulus UN.
Keempat kriteria penilaian tersebut saat ini bersifat saling mematikan satu sama lain. Misalkan tiga kriteria lain nilainya baik tapi UN tidak lulus, maka akan tetap tidak lulus.
“Itu namanya saling memveto, atau saling mematikan. Dan itu sangat merugikan para siswa,” tegas Rully.
Revisi PP
Revisi PP
Meski demikian, Rully memaklumi alasan yang disampaikan pemerintah jika selama ini formula yang digunakan pemerintah pada keempat unsur penilaian tersebut saling mematikan. Hal itu disebabkan pemerintah hanya melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Dalam pasal 71 PP tersebut dinyatakan kriteria kelulusan UN dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan peraturan menteri. Dan pasal 72 tentang syarat kelulusan ada empat syarat yakni menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memiliki nilai baik dalam moral dan kepribadian, lulus mata pelajaran iptek dan lulus UN.
“Memang pemerintah itu tidak bisa bekerja di luar PP, padahal PP tersebut sifatnya memveto,” terang Ketua Panja UN ini. Namun hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan bagi pemerintah. Sebab masih ada jalan lain, yaitu melakukan revisi terhadap pasal di dalam PP tersebut agar lebih fleksibel dan tidak saling mematikan lagi diantara keempat unsur penilaian.
“DPR ini kan lembaga yang bisa membuat keputusan politik, kalau mau ubah PP ya ubah saja,” jawab politikus Fraksi Partai Golongan Karya ini.
Di sisi lain, faktor kejujuran dalam pelaksanaan UN juga dipertanyakan banyak kalangan. Adanya kebocoran dan kecurangan sangat berpengaruh pada kredibilitas standar UN dan mutu pendidikan nasional.
Karena itu, dalam panja muncul wacana untuk membuat variasi soal UN hingga 20 jenis dengan bobot kesulitan yang berbeda dalam tiap kelas. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir kecurangan yang terjadi saat pelaksanaan UN.
“Kalau mau contekan, atau guru mau kasih bocoran pasti akan lebih repot,” ujar anggota DPR asal Daerah Pemilihan Bengkulu ini.
Sementara itu Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh belum mau berkomentar banyak mengenai evaluasi UN, termasuk soal wacana merevisi PP 19/2005. Nuh, mengatakan hasil rapat panja akan diumumkan kepada masyarakat jika pembahasan antara legislatif dan eksekutif selesai.
“Akan ada public statement. Saat ini masih menunggu kesepakatan bersama dengan Panja. Kami tidak mau berbicara dulu karena tidak mau membingungkan publik,” pungkas Nuh. (dianw)
0 sok atuh ngoment:
Posting Komentar
komen sebanyak-banyaknya